Subscribe For Free Updates!

We'll not spam mate! We promise.

Kisah Hikmah anak di pesantren adalah Investasi orang tua


1388167669111889372Cerita yang akan anda baca ini bersumber dari cerita wayang yang dibawakan oleh seorang ulama jaman dahulu dimasa penyebaran Islam ditanah jawa. Saya mencoba menulis ulang dalam versi berbahasa Indonesia agar kita lebih mudah memahami maksud dan makna dari cerita tersebut.

Alkisah ada sebuah desa yang terletak jauh dari pusat kota. Hidup satu keluarga miskin yang beranggotakan seorang Ibu, bapak dan seorang anak laki-laki berusia 8 tahun. Sebut saja keluarga bapak Karsaji, dalam kesehariannya bekerja sebagai tukang becak di pasar. Kadang jika ada pekerjaan tambahan dia juga sering ikut merawat sawah pak haji Sutani dengan upah yang lumayan. Tidak hanya Karsaji, banyak warga sangat mencintai haji Sutani. Karena selain beliau kaya dan dermawan, beliau juga seorang Alim yang penyebarkan Islam di desa itu.

Hingga disuatu hari haji Sutani mengalami sakit dan mendekati sakaratul maut. Semua warga berkerumun menjenguk tidak lupa juga karsaji. Dengan perasaan haru diliputi sedih karsaji menerobos ratusan penjunguk. Sampai dia di kamar pak haji air matanya tak lagi terbendung. Isak tangis dibarengi oleh seluruh warga yang tak kuasa mengenang jasa beliau. Haji sutani malah tersenyum lalu berpesan pada karsaji, “karsaji, aku ingin kamu jadi kelak bisa jadi orang yang mengantarku jalan-jalan ditaman surga seperti kamu mengantarkanku melihat perkebunan sawah milikku yang kamu rawat”. Karsaji yang tadinya menangis terkejut dengan ucapan beliau. “pak haji bisa aja” sahut karsaji. “ji, aku berwasiat kepadamu. Aku ingin kamu meneruskan perjuanganku menyebarkan Islam di kampung kita ini.” Kata haji sutani mulai melemah. “saya orang miskin pak, dengan apa saya bisa menjalankan wasiat pak haji?” jawab karsaji dengan bingung dan sedih. “dengan anakmu ji,. InsyaAllah kamu bisa menemuiku kelak di surga karna anakmu” kata pak haji yang terakhir hingga beliau berhenti bernafas. 

Isak tangis menyelimuti seluruh penjuru desa. Takmir masjid mulai mengumandangkan ajakan sholat jenazah pak haji sutani. Masyarakat desa seperti merasakan kehilangan seseorang yang sangat disegani dan dicintainya. Dalam benak karsaji tersirat pikiran apa yang dia perbuat untuk bisa menjalankan wasiat pak haji. Dia merasa dirinya paling miskin diantara seluruh warga. Tidak ada yang bisa dilakukan orang miskin kecuali bekerja dan bekerja mana sempat mengurus warga.
40 hari sepeninggal haji sutani, karsaji tetap memikirkan wasiat beliau. Hingga pada suatu ketika dia menemukan buku catatan beliau ketika mengaji di musolah pak haji. Dibukunya tertulis 

Dari Abu Hurairah r.a. bahawa Nabi Muhammad s.a.w bersabda: "Apabila seorang anak Adam mati putuslah amalnya kecuali tiga perkara : sedekah jariah,atau ilmu yang memberi manfaat kepada orang lain atau anak yang soleh yang berdoa untuknya." (Hadith Sahih - Riwayat Muslim dan lain-lainnya) 

Sontak dia memanggil anak kandung tercintanya “dul, Abdul kesini nak. Bapak mau bicara kepadamu” teriak karsaji. Walaupun nakal Abdul adalah anak yang penurut kepada orang tua. Dia langsung menemui karsaji. “ada apa pak?”, jawab Abdul. “dul, besok bapak akan membawamu menuntut ilmu di pondok pesantren. Hanya kamu nak yang bisa bapak andalkan untuk menjalankan wasiat pak haji” kata karsaji dengan nada sedih. “kamu jangan pernah pulang selagi kamu belum jadi orang Alim”, tambahnya.

Keesokan harinya segeralah karsaji mengantarkan anaknya ke pondok pesantren. Dengan rasa sedih dan tidak tega dia berpesan lagi kepada anaknya “ingat nak, kamu jangan pulang sebelum kamu jadi orang Alim. Apa pun yang terjadi”. Kalimat itu membuat derai air mata karsaji dan istrinya tak terbendung lagi. “masuklah anakku, Ridho kami selalu untukmu” kata terakhir Ibunya seraya mencium kening Abdul.

Hari demi hari bulan demi bulan berganti rasa rindu keluarga tidak dapat dibendung lagi. Istri karsaji mengajak karsaji menjenguk anaknya di pesantren. Tetapi takdir tetaplah takdir, dalam perjalanan menuju pondok tempat anaknya menimba ilmu justru menjadi akhir perjalanan hidup mereka. Abdul yang mendengar kabar meninggalnya kedua orang tua mereka membuat hatinya sedih. Dia berniat akan pamit pulang tetapi dia teringat pesan terakhir bapaknya. “jangan pulang selagi kamu belum jadi orang Alim” katanya dalam hati. Dia memaksakan diri untuk tetap tidak pulang.

Tibalah saat jenazah karsaji dimakamkan. Malaikat penanya kubur pun mulai melakukan introgasi “mati kak ji?” Tanya malaikat sebelum introgasi. “mati malaikat, badageblok supir bis orang jalan kaki masih aja ditabrak” jawab karsaji dialam kubur. Tanya jawab pun mulai dilakukan dan karsaji ternyata bisa menjawabnya dengan lancar. Sebagai penutup malaikat bertanya “pahala kamu kok Cuma segini ji, mana cukup buat masuk surga?”. “ehh,.. mau gimana lagi kat, saya kan dulu orang miskin ya gak bisa sedekah, gak bisa haji ya maklum lah” jawab karsaji sambil bersedih. Ternyata belum sampai dia menutup mulutnya datang sesosok malaikat membawakan amal perbuatan baik yang cukup banyak. Sontak karsaji terkejut “ini pahala siapa ya?”, Tanya karsaji pada malaikat yang membawanya. “ini pahala dari anak kamu yang ada di pondok pesantren pak karsaji
. Setiap hari dia selalu menghadiahkan doa padamu dan juga istrimu. Dan akan ditambah lagi setiap kali dia membaca Alquran, sholawat dan setiap ibadah yang dia lakukan disana kalian dapat jatah pahala. Maka bergembiralah kamu pak karsaji” jawab malaikat. “Alhamdulillah ya Allah engkau anugerai hamba anak yang sholeh.. selamet malaikat anakku aku taruh dipondok., coba dulu aku taruh di kos-kosan pasti aku gak bakal kayak gini,,,hahahaha”. Sahut gembira karsaji.

Alkisah semakin hari semakin tinggi Ilmu agama anak karsaji. Hingga pada suatu hari dia dipanggil oleh kyai besarnya. “Abdul, kamu disini sudah cukup lama. Ilmu agama yang kamu pelajari bapak rasa sudah cukup untuk kamu gunakan untuk kesejahteraan masyarakat. Sekarang kamu pulang dan penuhi wasiat bapakmu” kata pak Kyai. “pak Kyai saya merasa tidak cukup Alim seperti teman yang lain. Tetapi kalau pak Kyai meridhoi maka saya akan melaksanakannya” jawab Abdul dengan rasa sedih karena akan meninggalkan pondok tercintanya. Setelah berpamitan dengan teman-temannya serta para sesepuh pondok akhirnya dia pun pulang ke desa tempat lahirnya.

Sesampai di desa dia pun menjadikan rumahnya dulu sebagai tempat untuk mengajar ngaji anak-anak kecil, tidak jarang pula banyak orang yang sekedar ingin konsultasi masalah agama dan lambat laun rumah yang awalnya hanya sebuah gubuk bambu akhirnya berubah jadi pondok pesantren megah di desanya dengan ratusan santri. Dia menjadi panutan masyarakat. Tak hayal pak karsaji merasa sangat bangga dengan anak tunggalnya. Setiap hari bahkan setiap detik kiriman amal baik selalu mengalir ke rekening alam barzah tempatnya berbaring. Sungguh ini adalah suatu karunia yang paling mengesankan bagi seorang tukang becak yang hanya bermodal Iman.

Socializer Widget By Blogger Yard
SOCIALIZE IT →
FOLLOW US →
SHARE IT →

1 komentar: