Subscribe For Free Updates!

We'll not spam mate! We promise.

Dialog Hakikat dan Syariat

Best Rapidshare Search

Oleh : Yongky Pitono
Suatu hari terjadi dialog antara seorang
Mursyid muda
dengan seorang Kyai Sepuh, yang
anaknya telah menjadi
murid dari Sang Mursyid Muda tersebut. Pak Kiai : Nak, saya dengar anak muda
mengajar ilmu
hakekat kepada putra saya.
----
Guru mursyid : Betul pak kiai.
---- Pak Kiai : Tolong jelaskan kepada saya,
sebab putra
saya sekarang bicaranya selalu tentang
hakekat saja.
----
Guru mursyid : Apa yang harus saya jelaskan kepada pak
kiai ?
----
Pak kiai : Ya. Saya sudah kenyang
berguru di banyak
pesantren besar, tapi sampai saat ini saya belum bisa
menyelesaikan ilmu syareat yang saya
pelajari. Coba
anak muda renungkan kembali ajaran
yang disampaikan
kepada putra saya tentang hakehat. Saya sudah berumur
tua saja belum menyelesaikan syareat
yang saya tahu
begitu banyak. Bagaimana mungkin
anda anak muda
bicara tentang hakekat kepada putra saya yang nyatanya
saja lebih tua dari anda. Nanti saja
kalau anak muda
sudah menyelesaikan semua syaerat
lengkap barulah
anak muda bicara tentang hakekat. Itu masih jauh anak
muda. Apa sih sekarang yang anak
muda ketahui
tentang Hakekat itu?
----
Guru mursyid : Betul pak kiai, saya masih muda jauh
lebih muda dari putra pak kiai, apalagi
dibandingkan
umur pak kiai. Rupanya methode yang
kita pelajari jauh
berbeda dan apa yang kita caripun berbeda.
----
Pak kiai: Maksud anak muda? Ajaran
Islam kan
methodenya hanya dua saja, yaitu Al
Quran dan Al Hadist. Yang lain bagi saya hanya
embel-embel.
----
Guru mursyid : Bolehkah saya
bertanya?
---- Pak kiai: Silahkan saja, asal masuk akal.
----
Guru mursyid : Betul. Harus memakai
akal. Islam, sekali
lagi, Islam adalah ilmiah dan masuk
akal, Tidak wajib beragama bagi yang tidak berakal.
Sebagai awalannya,
harus ada keselarasan antara ayat
yang kita telusuri dan
akal sehat. Sudahkah pak kiai
membuktikan surat An Nuur ayat 35?
----
Pak kia i: Belum (pak kiai menjawab
dengan agak ragu)
----
Guru mursyid : Sudahkan pak kiai membuktikan surat Ar
Rahman ayat 17? Rabb yang
memelihara kedua tempat
terbit matahari dan Rabb yang
memelihara kedua tempat
terbenamnya . (QS. 55:17) ----
Pak kiai: Belum. (pak kia menjawab lirih
dan agak
terbata)
----
Guru mursyid : Methode kita yang berbeda. Pak kiai
mencari surga sedangkan saya mencari
Pemilik surga
atau saya sebut"Inna lillahi wa ina lillahi
roji'un"- Asal
(dari) Allah kembali (ke) Allah. Kenapa kata dari dan ke
saya beri tanda kurung, Sebab Tuhan
yang Maha Tinggi
Yang Maha Meliputi, Ada"dimana-
mana". jika saya
memakai kata"dari"dan"ke"menjadikan seolah
Tuhan
Yang Maha Meliputi
menjadi"terikat"dengan di satu arah
dan tempat.
Menurut pak kiai apa yang kekal? ----
Pak kiai : Hanya Allah yang kekal.
----
Guru mursyid : Betul. CiptaanNya tidak
ada yang kekal.
Jadi surgapun tidak kekal. Apakah ini tidak membuat pak
kiai mau berfikir ?
----
Pak kiai terdiam, tidak menjawab.
----
Guru mursyid : Nabi Adam yang lebih mulia dari kita
gagal bersaing dengan iblis dan terusir
dari surga karena
Iblis ternyata lebih licin. Pak kiai siapa
dibanding nabi
Adam ? Nabi terusir dari surga tetapi iblis masih
berada disurga
sampai saat ini. Iblis memohon kepada
Allah agar
diberikan tangguh dan Allah
mengabulkannya. Silahkan pak kiai baca surah Al A'raff
ayat 14-17, Al Hijr
ayat 36-38, Shaad ayat 79-80. Jadi
kalau pak kiai
mencari surga artinya pak kiai akan
kembali dilahirkan kebumi kembali karena masih ingin
melihat sungai-
sungai yang mengalir dibawahnya
gunung-gunung yang
hijau masih mengharapkan bidadari
cantik, pak kiai masih mendambakan nafsu dan belum
melepaskan diri
dari lingkaran kelahiran dan kematian.
Bagaimana mungkin pak kiai mencari
Allah, ujudnya saja
pak kiai tidak tahu karena pak kiai tidak paham
marifatullah, apalagi hakekatNya. Pak
kiai hanya paham
dan"latah"sebatas dongeng yang pak
kiai terima sejak
kanak-kanak dan disimpan serta diyakini sampai
sekarang tanpa diolah, dikaji dan
diselaraskan dengan
nalar yang berkembang sejalan
dengan bertambahnya
ilmu, kecerdasan dan umur. Mudah-mudahan pak kiai paham apa
yang difirmankan
Allah dalam surah Al Waaqi'ah ayat 7
sampai dengan
ayat 10. Saya tidak ingin masuk
golongan kanan dari tiga golongan tersebut, karena saya
tidak ingin kembali
ber"gaul"dengan nafsu rendah lagi
dengan masih
mengharapkan pemuasan nafsu
syahwat di"Surga"bersama bidadari-bidada ri,
bukankah masih
ada satu golongan lain lagi yang lebih
mulia?, yaitu
golongan mereka yang tulus dan
ikhlas, golongan yang menyembah Allah bukan karena
pamrih
mengharap"hadiah"yang
dijanjikanNya.
Betulkah pak kiai sudah berumur
sekitar 75 tahun? ----
Pak kiai tidak menjawab.
----
Guru mursyid : Saya hitung-hitung pak
kiai sudah dapat
bonus sekitar 10 tahun dari rata-rata umur orang
Indonesia yang hanya sekitar 65 tahun
secara statistik.
Bolehkan saya bertanya lagi?
----
Pak kiai :.......... Silahkan??!! ----
Guru mursyid : Saya mengajarkan
kepada ikhsan-ikhsan
tentang syareat dari bawah dan
bersamaan juga
mengajarkan hakekat dari atas kebawah. Jadi bertemu
ditengah-tengah , sehingga mereka
memahami dzat dan
benda, juga hal-hal lain yang
sebenarnya sama yang
dibicarakan dengan bahasa yang berbeda dalam syareat
hingga hakekat. Dan syareat /tarekat
pun menjadi cepat
selesai karena sudah ada keselarasan
pemahaman
tentang apa yang dibicarakan. Sudahkan pak kiai
membuktikan bintang yang
(cahayanya) menembus pada
surat Ath Thaariq :6, bintang pada
langit terdekat pada
surat Ash Shaafaat ayat 6? ----
Pak kiai : .........belum (jawabannya
sudah kehilangan
kepercayaan diri)
----
Betulkkah syareat artinya syarat- syarat? Kalau
diistilahkan seolah memasak didapur
pak kiai di syareat
hanya mengumpulkan informasi
syarat-syaratny a saja
bahwa untuk memasak syaratnya diperlukan adanya
benda-benda seperti kompor atau api,
panci dll.
Lalu tarekatnya, untuk jalannya pak
kiai harus pergi
kepasar, berbelanja, membersihkan dan memotong
bahan-bahan yang akan dimasak,
mengulek bumbu-
bumbuan dll apapun yang perlu
dikerjakan sebagai cara
memasak yang sehat dan benar. Barulah makrifatnya semua bahan
dasar dan bumbu-
bumbu dimasak dan dicampur/
bertemu/bersatu dalam
satu wajan atau panci.
Selesai dimasak barulah pak kiai bisa merasakannya,
mendapatkan hakekatnya"Oh rasanya
sayur asem itu
seperti ini rupanya". Disinilah akal
sementara kita
lepaskan sebagaimana juga malaikat Jibril terpaksa
harus ditinggalkan oleh Nabi,
di"puncak"hakekat hanya
manusia yang madani yang bisa
menyelesaikan hal ini.
Disini, ichsan sudah paham dan mengerti apa yang
diperTuhankan sehingga syahadatnya
syah, bukan
mereka-reka dan mengira-ngira saja
jadi bukan sumpah
palsu seperti selama ini pak kiai ucapkan. Apakah pak
kiai anggap nabi Muhammad tidak bisa
membedakan
kata"bersaksi"dengan"percaya". Nabi
kercerdasannya
tinggi dibandingkan manusia sepert kita ini.
Hari ini dalam usia senja pak kiai belum
menyelesaikan
ilmu syareat yang sangat banyak tidak
ada habisnya dan
menyita waktu. Pak kiai masih sibuk mengumpulkan
syarat-syarat, kapan pak kiai akan
mulai"masak", kapan
pak kiai akan mulai menunaikan
ma'rifat sampai ke
hakekat? Mengapa pak kiai tidak memilih jalan /
methode yang
pendek dan tepat tapi banyak
manfaatnya dan cepat
sampainya? Masih sempatkah pak kiai
membuktikan ayat-ayat yang saya sebutkan tadi
sebelum ajal?
Tanyakan kepada putra pak kiai
pengandaian saya
ini"Apakah seorang kapolres akan
bersedia menerima permintaan seorang pesakitan
koruptor untuk
dipertemukan dengan Kapolres di
tahanan?"Tentunya si
pesakitan hanya akan menjadi bulan-
bulanan"tahanan miskin"yang lain maupun"oknum-
oknum". Apalagi Allah,
Yang Maha Tinggi tentu Beliau tidak
mau menemui
mahluk pesakitan yang belum pernah
menemui dan mengenalNYA sebelumnya, apalagi jika
orang itu gemar
menista orang lain walaupun
pemahamannya sendiri
masih hanya tebak dan terka tanpa
pembuktian. Apa yang akan ditanyakan Allah kepada
mahluk seperti itu?
Tentang"pertemuannya dengan
Allah"? jelas tidak akan
paham. Tentang bukit Tursinanya?
Tentang gua Kahfi atau gua Hiranya? Tentang surga dan
nerakanya?
jawaban yang akan diberikan tentu
monotype dan klise
hanya sekedar"Katanya, yang saya
dengar dari kata dan dongeng anak-anak sejak saya kecil
yang demikian itu
seperti ini dan itu". Semua serba
katanya. Saya tidak
mau tebak dan terka seperti itu, Islam
adalah agama akal dan ilmiah. Ini sudah senja bagi
pak kiai, sambung
Guru mursyid mantap.
Suasana menjadi hening, kaku dan
dingin beberapa saat,
pak kiai tercenung melihat ke lantai. moga bisa diambil manfaatnya

Socializer Widget By Blogger Yard
SOCIALIZE IT →
FOLLOW US →
SHARE IT →

0 komentar:

Post a Comment